Lensapapua – Terbentuknya Buku Untuk Papua (BUP), awalnya di Sorong. Sekarang anggotanya atau animo anak-anak usia sekolah tingkat SD semakin banyak, ujar Ketua BUP Sorong Selatan, Yohanes Don Bosco Maro, S.Si, yang awalnya ia merintis sejak masih berada di Kota Sorong sebelumnya.
Khusus untuk di Kota Sorong kegiatan ‘Buku Untuk Papua’ ada di wilayah Suprau Kelurahan Tanjung Kasuari Sorong Barat, dan ada juga Poskonya di Kelurahan Klademak, tepatnya di sekitar kawasan perumahan Pertamina. Untuk di Kabupaten Sorong ada di kilometer 18 Aimas serta untuk di wilayah Kabupaten Raja Ampat di Salawati dan Kepulauan Waigeo Barat.
Jadi di Waigeo Barat, kami adakan kerjasama dengan teman-teman dari UGM Yogya. Jadi waktu di Salawati, Samate dan Wagifun juga mereka sambil buat rumah baca, yang hingga saat ini kegiatan baca terus berlangsung hingga saat ini, katanya, Sabtu (16/5).
Untuk sekarang, ujar Bosco, khusus di Kabupaten Sorong Selatan ada di Distrik Konda juga sudah ada kegiatan tersebut. Termasuk kerjasama saya dengan Gereja Markus Kohoin Teminabuan.
Di tempat tersebut ada perkumpulan anak muda Papua, mereka lebih dominan memiliki buku-buku agama yang
kami suplai, akuinya.
Bahkan dari pihak Gereja Maranatha Teminabuan dengan sarana gedung barunya, mereka meminta untuk disuplai berbagai buku.
Mulanya Buku Untuk Papua itu ada merupakan cita-cita besar dari rekannya, Dayu Rivanto yang merupakan anak trans asal Jawa dimana sejak kecil, hingga duduk dalam pendidikan tingkat SD hingga selesai SMA di Nabire.
Seusai pendidikan SMA, Rivanto melanjutkan pendidikan Strata satu (S1) di salah satu perguruan tinggi di Jawa. Bahkan bersyukur, usai pendidikan S1-nya ia diterima sebagai karyawan pada Bank Danamond Jakarta.
Namun, seiring dengan perjalanan waktu, Rivanto merasa jenuh untuk bekerja di perbankan tersebut. “Yang dipikirkannya, bagaimana dan apa yang harus saya persembahkan buat Nabire, Papua sebagai daerah kelahirannya, “ urai Bosco.
Niat tersebut terwujud, ketika ada teman sekolahnya dulu membuka sekolah Taman Kanak-kanak, tapi masalah yang dihadapi adalah kekurangan buku, dari situlah Rivanto memanfaatkan peluang emas itu dengan mendroping buku, sebelum Buku Untuk Papua didirikannya.
Bosco mengakui, secara kebetulan ada sebuah posttingan di twitter sempat dilihatnya, kok ada Buku Untuk Papua, tapi kok posttingan itu oleh orang Jawa, dan ia juga sedikit heran dengan adanya posttingan tersebut.
Sejalan dengan waktu setelah ditelusuri ternyata Buku Untuk Papua itu juga sudah mulai berkembang di beberapa daerah di Jawa. Karena banyak teman yang kuliah di sana dengan mengumpulkan berbagai buku yang layak pakai atau dibaca, dan langsung juga dikirim ke kita di Papua, tuturnya.
“Ternyata dengan adanya solidaritas maupun suport dari orang-orang lumayan banyak.” Ada yang sumbang buku, uang, alat-alat sekolah. Bahkan kebetulan buku-buku tersebut lebih, merekapun kirim hingga ke Kabupaten Raja Ampat, bahkan juga dikirim ke BUP. (rim/Red)