Lensapapua – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, mengatakan apa yang terbaik dalam konsep kehutanan sebetulnya yang namanya berdaulat dan bermartabat pada konteks kehutanan sudah lama dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Karena mereka mengatur hutan dengan sangat baik, ujarnya di Aimas, Selasa (17/3).
Seperti contohnya, masyarakat suku adat Malalo, Sumatera Barat itu mengenal hutan larangan, hutan cadangan, dan mengenal hutan paramua. Begitu juga tahu seperti yang di Sulawesi Tengah ada tau tua adat, tau tua lipo, farotama.
Di situ tau tungale, yaitu hutan lindung atau hutan yang melindungi mata air, dan mereka mengenal cara-cara itu. Pompalifu, yaitu tempat untuk mencari rotan, damar, gaharu, dan madu. Kapali atau hutan larangan, yokomasa, yaitu eks kebun, kebun yang hutannya di bawah umur 10 tahun.Jadi, masyarakat hukum adat kita sudah mengenal atau bisa dikata suksesi di kehunanan tersebut, dan lain sebagainya, tuturnya.
Kita ingin mengembalikan martabat ini sesuai dengan kondisi yang sekarang. Tadi seperti dijelaskan Mendagri, posisi presiden, bahwa kita membuka hutan untuk kesejahteraan rakyat, tapi kita juga ingin adil kepada generasi yang akan datang.
Sehingga kita membangun dengan sumber daya alam (SDA) ini, tapi kita memberikan kondisi yang sama kepada SDA bagi generasi yang akan datang, jelas Siti Nurbaya.
Kongkritnya adalah bahwa masyarakat hukum adat berdasarkan Putusan MA Nomor 035 itu yang akan kita realisasikan atau diaktualisasikan. “Yang lebih penting kita harus jelas di dalam identitas melalui Pedoman 52 Mendagri yang bisa kita pakai nanti.”
“Jangan lupa ketika ada identitasnya maka harus ada wilayahnya. Bagaimana menata wilayah inilah yang sedang kami kerjakan bersama. Dengan mengenal konsep kesejehteraan rakyat maka kita mengenal betul hutan kemasyarakatan, hutan desa, yang harus kita rumuskan dengan sebaik-baiknya.
Sampai saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mengeluarkan 1,2 juta hektare untuk hutan kemasyarakatan dan hutan desa yang akan dirumuskan lagi, mengingat masyarakat adat kita sangat memiliki pola berbeda yang sedang kita formulasikan, tambahnya. (rim/Red)