Lensapapua – Tugiem salah seorang petani cabe di Kelurahan Malasom Distrik Aimas I unit II jalan Makam. dari hasil panenannya yang tidak menentu. Terkadang hasil yang diperoleh dari usaha yang digelutinya lebih kurang 4 tahun ini bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Kadang juga merugi karena biaya operasionalnya lumayan tinggi, tuturnya, ketika disambangi awak media ini di lahan dimana ia bekerja, Selasa (10/3).
Menurutnya, lahan yang dimanfaatkan bersama sang suami seluas seperempat hektare (2.500 mter persegi) merupakan lahan milik orang, kami hanya mengelola atau hak pakai saja, ujarnya.
Dalam bincang-bincang dengan media ini, Tigiem petani asal Wonosari, Jawa Tengah datang ke Sorong lebih kurang 4 tahun lalu mengikuti keluarga yang ikut program transmigrasi 14 tahun silam di lokasi SP4.
Ia bersama keluarga mencoba untuk merubah nasib, yang awalnya tinggal bersama sanak saudaranya di SP4 langsung berhijrah ke Aimas. Dari upaya itu belum juga bisa merubah nasib yang masih dirundung berbagai cobaan, karena apa yang digelutinya sebagai petani cabe belum juga mampu membuahkan hasil selayak petani lainnya.
Kata Tugiem, dengan kondisi ekonominya yang masih serba sulit itu, tapi yang dipikirkan di benaknya kapankah saya bisa memiliki lahan sendiri meskipun hanya seberapa saja luasnya.Tapi apa yang menjadi keinginan itu masih sebatas angan-angan saja, mengingat belum ada jawaban dari pihak-pihak yang ingin membantunya.’
Bayangkan saja, dari lahan yang dikelola bersama sang suami seluas 2.500 meter persegi itu dimana dalam setiap lima bulan baru bisa dipanen hasilnya terkadang bisa lumayan, dan bisa juga lebih kurang 10 kilogram saja. Apalagi harga cabe yang dijual langsung ke pemilik tanah yang ia gunakan itu, dengan harga Rp 25.000 hingga Rp 30.000 perkilogram.
Harga cabe terkadang tidak menentu. Saat permintaan di pasaran tinggi sementara stok cabenya terbatas harganya bisa mencapai di atas Rp 150.000 perkilogram, dan itu pernah saya alami sekali saja, akuinya.
Sementara kita harus belikan pupuk dari berbagai jenis, baik untuk kesuburan tanah maupun jenis pupuk untuk merangsang buah. Adapun jenis pupuk yang digunakan antara lain, pupuk mutiara harga pasaran per kilogramnya Rp 18.000, pupuk foska untuk menyuburkan tanah untuk kapasitas 50 kilogram Rp 120.000, dan beberapa jenis pupuk lainnya.
Tugiem menuturkan, ia berupaya dan terus bekerja karena tuntuan kebutuhan sehari-hari. Beruntungnya biaya sekolah putra-putranya masih di tingkat SD diberi gratis dari Pemkab Sorong, sehingga masalah biaya pendidikan anak-anaknya tidak menjadi beban keluarganya.
Jadi hal itu yang kami syukuri kepada pemda setempat. “kami tidak bisa berbuat lebih dari itu, sembari meminta ada pihak-pihak yang berkenan membantu memberikan berupa lahan, sehingga bisa menjawab apa yang menjadi dambaan kami sekeluarga, tuturnya.
Tugiem hidup bersama keluarga di sebuah pondok kecil yang masih serba terbatas mau mencoba dan terus berusaha agar bagaimana bisa merubah nasibnya kelak. Apa yang bisa dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan tidak lebih dari itu.
Manakala ada yang melirik dan ingin membantu kami sekeluarga, tentu dengan senang hati kami menyambutnya, tapi akankah nasib dan suratan itu akan terus terjadi, tanyanya sambil mengekspresi dengan nada harap.(Red)