Lensapapua – Kadis Pertambangan dan LH Ir. Septer Kawab, menambahkan, sebenarnya dana Migas sudah ada sejak tahun 2002 saat Papua Barat terbentuk. Hingga saat ini saya sendiri tidak tahu sebenarnya hal ini larinya ke mana, akuinya.
Memang pernah kita juga menemui Dewan Otonomi yang diketuai Mendagri pada saat itu, dan disarankan untuk kami membuat surat. Surat itu juga ditandatangai oleh tiga bupati, yakni Bupati Sorong, Bupati Raja Ampat dan Bupati Teluk Bintuni, urai Septer Kawab, di Aimas, Jum’at (10/7).
Atas saran itu surat kita lanjutkan ke Jakarta sejak empat tahun silam, tapi hingga saat ini tidak ada tindaklanjutnya. Bahkan pada berbagai rapat nasional, kita juga pernah bicarakan masalah itu, bahwa alokasi dana Migas yang 55 persen tersebut semuanya kembali ke gubernur.
“Yang menjadi hambatan adalah keterlambatan dana yang masuk ke daerah. Padahal pembangunan di masing-masing daerah terus berjalan, dan hal ini akan bisa menimbulkan kecemburuan dimana daerah penghasil Migas dapat Rp 1 miliar, sedangkan daerah bukan penghasil dapatnya tidak jauh beda dengan daerah penghasil sekitar Rp 750 juta. Ini sebagai contoh saja kan tidak mungkin diterima bagi daerah penghasil,” jelas Septer.
Kalau daerah penghasil Migas peroleh Rp 2 miliar dan daerah bukan penghasil Rp 500 juta ya ini mungkin bisa-bisa saja. Jadi itu maunya kita sebagai daerah penghasil Migas seperti itu, tandasnya. (rim/Red)