Lensapapua– Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirjen Perimbangan Keuangan, melalui Kasubdit Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Dian Sarkorini sebagai pemateri dalam acara sosialisasi tentang Pajak Rokok yang dilaksanakan Biro Hukum Setda Papua Barat, yang berlangsung di Aimas hari ini mengatakan perlunya pengendalian dampak negatif rokok.
Dampak-dampak tersebut antara lain terkait dengan meningkatnya tingkat prevalensi (jumlah penduduk perokok terhadap jumlah penduduk nasional),perlu upaya untuk menghindari dan mengatasi dampak negatif rokok, masih rendahnya komponen pajak dalam harga rokok di Indonesia dibandingkan dengan di negara-negara lain, khususnya negara ASEAN.
Selain itu, perlunya penerapan pajak yang lebih adil kepada seluruh daerah, hal ini terkait dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan Keputusan Menteri Keuangan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang hanya diberikan kepada daerah penghasil rokok dan penghasil tembakau, ujarnya.
Sementara konsumsi rokok dan dampak negatif rokok dialami oleh seluruh daerah, sehingga pajak rokok perlu ditetapkan sebagai pajak provinsi yang penerimaannya dapat dimanfaatkan oleh seluruh daerah.
Perlunya peningkatan kekuatan perpajakan daerah (local taxing power) guna meningkatkan kemampuan daerah dalam menyediakan pelayanan publik, khususnya pelayanan kesehatan.
Perlu pula adanya penerapan piggyback tax, atau tambahan pajak atas objek yang dipungut oleh pemerintah pusat terhadap konsumsi barang yang perlu dikendalikan, sesuai dengan best practice yang berlaku di negara lain.
Penetapan Pajak Rokok sebagai salah satu pajak daerah merupakan inisiatif/usul DPR RI, dengan pertimbangan untuk meningkatkan PAD, membatasi konsumsi rokok, dan peredaran rokok ilegal, serta melindungi masyarakat, jelasnya. (rim/Red)