
MANOKWARI, — Pemuda Suku Mpur menolak pembangunan perkebunan kelapa sawit di Di lembah Kebar
(MPUR SOOR) tepatnya di Kabupaten Tambrauw, di wilayah Provinsi Papua Barat. Hal ini diutarakan oleh perwakilan pemuda Suku Mpur Kabupaten Tambrauw Hugo Asrouw kepada media ini, (8/11/2017).
“Secara tegas kami menolak rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit di sana. Sebab tidak ada peningkatan pemberdayaan khusus kepada masyarakat suku setempat jika kelak hal ini terjadi,” kata Hugo
Hugo Asrouw yang juga keseharian menjabat sebagai sekretaris Jenderal Aliansi Pemuda Papua di Manokwari menuturkan, rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit di sepanjang lembah kebar itu tidak akan dilakukan pelepasan oleh suku setempat meski didesak pemerintah daerah, terhadap kawasan hutan untuk dialokasikan menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Sebab dari setiap sisi negatif adanya Hutan proyek kelapa sawit, tidak pernah menyentuh akan kesejahteraan masyarakat lokal suku setempat. Disisilain Hugo menilai hal ini sebagai salah satu unsur kapitalisme memandang alam itu sebagai sumberdaya yang harus dicerap sebesar-besarnya untuk akumulasi modal, tanpa memikirkan kesenjangan lainnya terhadap masyarakat yang memiliki Hutan Adatnya.
” Bagi kapitalis alam adalah modal, dan dalam prinsip ekonomi, modal harus dipergunakan untuk menangguk laba sebesar-besarnya. Akan tetapi, alam hanya dapat memberikan sebatas untuk mencukupi hidup manusia dibumi, dan tidak mampu memberikan secara berlebihan. Kita belajar dari Contoh yang sudah ada. salah satunya lahan kami atau Hutan papua yang habis akibat proyek kelapa sawit. Jadi kami tidak kompromi lagi dgn kapitalis. Sebab merusak hutan dan lingkungan hutan adat, “Jelas Hugo
Pemuda asal Papua itu merasa kecewa dengan pimpinan daerah Papua dan Papua Barat selalu tutup mata melihat persoalan rakyat yang dibiarkan berlarut-larut tanpa ada perhatian serius sedangkan mereka adalah wakil rakyat didaerah datang dan hadir dari rakyat itu sendiri.
Sehingga jika melihat dari konteks Kabupaten Tambrauw sebenarnya langkah pemerintah dalam membuka kelapa sawit dinilai sangat tidak masuk di akal. Sebab jika pemerintah serius mau membangun masyarakat lokal daerah setempat, Pemerintah bisa mendorong masyarakat dalam bidang pertanian dan peternakan yang lebih dimengerti dan di pahami masyarakat bukan menghadirkan investor kelapa sawit, PT. Agro Prima Perkasa dengan melepaskan luas tanah hutan adat di lembah kebar seluas -+ 19, 368 , 77 (sembilan Belas Ribu Tiga Ratus Enam Puluh Delapan Dan Tujuh Puluh Tujuh Perseratus ) Hektar.
” Saya Secara Pribadi dan mewakili keluarga Di lembah Kebar
(MPUR SOOR) Dan Sekitarnya Sampai Kamundan dengan tegas menolak. SK 873/MENHUT-II/2014
Tentang pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit atas nama investor PT. Bintuni Agro Prima Perkasa, di Kabupaten Tambrauw, -+ 19, 368 , 77 (sembilan Belas Ribu Tiga Ratus Enam Puluh Delapan Dan Tujuh Puluh Tujuh Perseratus ) Hektar,”Tegasnya.
Ia mengemukakan investasi perkebunan kelapa sawit harus berdasarkan konsep penataan ruang daerah harus didukung oleh Studi Kelayakan dan mendapat dukungan masyarakat setempat. selain itu investasi perkebunan kelapa sawit masih bisa menggunakan areal Hak Guna Usaha (HGU) yang telah ditelantarkan yang luasnya masih jutaan hektar didaerah lain, seperti di daerah prafi dan sidey Manokwari yang lebih strategis bukan di lembah kebar Kabupaten Tambrauw.
” Daripada membuka lahan yang baru, kita lebih mendorong pembangunan kelapa sawit di areal HGU yang saat ini tidak dimanfaatkan atau diterlantarkan,” tambahnya. (ian)