Papua Mandiri: Mendorong Inovasi dan Optimalisasi SDA untuk Lepas dari Ketergantungan Fiskal

banner 120x600
banner 468x60

Lensapapua –   Wilayah Papua memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, namun masih menghadapi tantangan dalam hal kemandirian fiskal.

banner 325x300

 

Hal ini disampaikan Wahyuni Fajarudin, SH,.MH,. sebagai Analisis kebijakan ahli Muda pada Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan di LAN RI  pada media ini, Kamis (01/05-25)

 

Sebagian besar program pembangunan di daerah ini bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Otonomi Khusus (Otsus)Selama periode 2004 hingga 2024, total Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dialokasikan untuk Provinsi Papua dan kabupaten/kota di wilayah tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp 150 triliun.

 

Estimasi ini didasarkan pada data akumulasi hingga tahun 2022, yang mencatat total dana Otsus sebesar Rp 139,08 triliun , serta mempertimbangkan peningkatan alokasi dana Otsus pada tahun-tahun berikutnya, termasuk tahun 2023 dan 2024.

 

Pada tahun 2024, plafon Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk provinsi-provinsi di Papua tetap ditetapkan sebesar 2,25% dari total Dana Alokasi Umum (DAU) nasional.

 

Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, yang menetapkan bahwa dana Otsus sebesar 2,25% dari DAU nasional berlaku hingga tahun 2041.

 

Alokasi dana Otsus untuk tahun 2024 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.

 

Total dana Otsus yang dialokasikan mencapai Rp13,9 triliun, dengan rincian sebagai berikut:1. 2. 3. 4. 5. Papua: Rp 480 miliar Papua Barat: Rp 334,6 miliar Papua Selatan: Rp375,6 miliar Papua Tengah: Rp 578,3 miliar Papua Pegunungan: Rp 740,8 miliar.

 

Meskipun Provinsi Papua dianugerahi kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, seperti tambang mineral (emas, tembaga), perikanan laut, kehutanan, serta potensi energi terbarukan dan pariwisata alam, namun pemanfaatan potensi tersebut masih jauh dari optimal.

 

Salah satu faktor utama penyebabnya adalah minimnya inovasi dalam tata kelola dan pengelolaan SDA di tingkat daerah. Kurangnya inovasi juga menyebabkan daya saing ekonomi lokal rendah.

 

Kegiatan ekonomi masih didominasi oleh sektor informal dan konsumsi, bukan produksi. Investasi yang masuk pun cenderung tidak inklusif dan berorientasi jangka pendek.

 

Hal ini berdampak pada rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Papua, yang secara nasional hanya menyumbang ratarata <10% dari total pendapatan daerah.

 

Kondisi ini memperkuat ketergantungan Papua terhadap dana transfer pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Otsus.

 

Ketergantungan fiskal ini menimbulkan risiko keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang, serta membatasi ruang fiskal daerah untuk mengatur prioritas pembangunannya sendiri.

 

Tanpa terobosan inovatif dalam pengelolaan SDA dan strategi peningkatan kapasitas ekonomi lokal, Papua akan terus berada dalam jebakan ketergantungan fiskal, meskipun berada di atas tanah yang kaya.Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dapat dilakukan beberapa langkah strategis.

 

Pertama, melalui penguatan kapasitas pemerintah daerah dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Otsus. Hal ini dapat diwujudkan melalui penerapan sistem pengawasan yang ketat, serta pelatihan dan pendampingan bagi aparatur pemerintah daerah guna meningkatkan kemampuan dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah.

 

Kedua, dengan mendorong diversifikasi ekonomi dan pengembangan industri hilirberbasis potensi lokal. Sektor-sektor seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata perlu dikembangkan secara terintegrasi, disertai pembangunan infrastruktur pendukung dan fasilitas pengolahan pasca-produksi guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam yang dimiliki Papua.

 

Ketiga, meningkatkan investasi dalam riset dan inovasi dengan mengalokasikan dana khusus untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang berfokus pada pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.

 

Upaya ini perlu didukung dengan membangun kemitraan strategis antara pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan lembaga penelitian guna mendorong tumbuhnya inovasi lokal yang aplikatif dan berdampak nyata.

 

Keempat, pemberdayaan masyarakat lokal, khususnya masyarakat adat, melalui pelibatan aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan.

 

Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan memiliki relevansi kultural dan berkelanjutan secara sosial. Selain itu, pemberian pelatihan dan akses permodalan bagi pelaku usaha lokal juga perlu ditingkatkan guna mendorong kemandirian ekonomi masyarakat.

 

Untuk mewujudkan Papua yang mandiri secara fiskal dan berdaya saing, dibutuhkan terobosan kebijakan yang tidak hanya bertumpu pada transfer fiskal dari pusat, tetapi juga mendorong optimalisasi potensi lokal melalui inovasi, tata kelola yang baik, serta pelibatan aktif masyarakat.

 

Diversifikasi ekonomi, penguatan kapasitas kelembagaan, peningkatan riset dan inovasi, serta pemberdayaan masyarakat adat menjadi pilar penting dalam menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

 

Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah, serta dukungan multipihak, transformasi ekonomi Papua bukan hanya mungkin, tetapi juga menjadi keniscayaan bagi masa depan Indonesia yang lebih adil dan merata. Red

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses