MANOKWARI, Lensapapua – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, menyambut hangat akan dimulainya persidangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan atas Permohonan Judicial Revieuw (JR) pasal-pasal Makar dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Selasa, 13/6 besok. Hal ini diungkapkan Ketua LP3BH Manokwari Yan Ch Warinussy melalui siaran pers releasenya (12/6).
Dimana selama 2 (dua) bulan sejak pendaftaran permohonan uji materil (JR) pasal-pasal Makar tersebut, persidangan awal MK bakal dimulai pada hari yang senantiasa menjadi bagian dari Memoria Pasionis (ingatan penderitaan) rakyat Papua, khususnya masyarakat adat di kawasan Teluk Wondama akan peristiwa Wasior berdarah, 13 Juni 2001 (17 tahun) yang lalu.
Insiden tersebut mengakibatkan terjadinya serangan oleh sekelompok sipil bersenjata yang menewaskan 5 (lima) anggota Brimob dan 1 (satu) orang karyawan PT.Vatika Papuana Perkasa milik pengusaha putra asli Wondama, Nathan Kateri di base camp perusahaan penebang kayu tersebut di Kampung Wondiboy-Distrik Wasior yang kala itu masih menjadi bagian dari Kabupaten Manokwari.
Yan yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi HAM dan KPKC pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari, menjelaskan akibat serangan tersebut, negara diwakili oleh aparat kepolisian di bawah komando Kapolda Papua waktu itu, Brigadir Jenderal Polisi I Made Mangku Pastika memerintahkan dilakukannya operasi pengejaran dan penumpasan kelompok sipil bersenjata di bawah pimpinan Daniel Awom. Dan kala itu Kapolresnya adalah AKBP Bambang Budi Santoso dan Wakapolresnya, Kompol Tavip Julianto.
” Sayang sekali karena menurut data yang dimiliki LP3BH Manokwari, tak satupun dari otak penyerangan terhadap aparat keamanan Brimob tersebut ditangkap dan dibawa untuk diadili di depan pengadilan yang netral, guna mempertanggung-jawabkan perbuatannya tersebut,”Tutur Yan.
Kendatipun demikian, lanjut Yan menerangkan, dalam operasi keamanan tersebut telah banyak memakan korban yang terindikasi kuat sebagai kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Dimana atas peristiwa tersebut sejumlah orang warga sipil asal Teluk Wondama yang ditangkap, dianiaya dan ditahan hingga diajukan ke pengadilan negeri Manokwari ditahun 2002-2004 dengan tuduhan berdasarkan pasal-pasal makar.Mereka antara lain Herman Sawaki (alm.), Piet Hein Torey (alm.), Martinus Daisiu, Metuzalem Saba, Frans Saba, Nathaniel Yoweni serta Muray Viktor Yoweni. Sementara Daniel Yairus Ramar justru “disiksa dan dibunuh” di luar prosedur hukum oleh beberapa anggota polisi dari Polres Manokwari kala tiba di Manokwari setelah diamankan di daerah Waropen.
Sedangkan almarhum Tonci Baransano yang juga diduga keras dianiaya oleh sejumlah oknum aparat polisi dan ditahan selama lebih dari 2 (dua) bulan kemudian dilepas tanpa proses hukum hingga sakit dan mengakihir hidupnya di Wasior-Kabupaten Teluk Wondama.
Dengan demikian dari kasus Wasior maupun kasus-kasus penyampaian pendapat di muka umum yang berlangsung di tanah Papua dewasa ini yang senantiasa dilekatkan tuduhan-tuduhan makar oleh aparat keamanan perlu diakhiri melalui jalan hukum, yaitu uji materil (judicial review) di MK tersebut.
” LP3BH telah ikut serta menjadi bagian dari tim advokasi bersama LSM dan Gereja di Tanah Papua dan Maluku untuk mengakhiri upaya represif negara dalam membatasai implementasi kebebasan berpendapat dan berekspresi dengan menggunakan pasal-pasal 106, 108 dan 110 KUH Pidana tersebut lewat jalan uji materil (judicial review) yang memenuhi standar hukum dan demokrasi serta prinsip-prinsip hak asasi manusia yang berlaku universal,”Tukas Yan. (ian)