JAKARTA, lensapapua.com —- Terkait dugaan mangkirnya Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Mardani H Maming, dari persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada senin (4/4/2022), dibantah oleh Irfan Idham, selaku Kuasa Hukum.
Menurutnya, kliennya yang diketahui merupakan mantan Bupati Tanah Bumbu ketika tidak menghadiri jalannya proses persidangan terlebih dahulu melayangkan pemberitahuan secara resmi kepada majelis hakim, perihal alasan ketidakhadirannya.
Dimana ketika tidak menghadiri persidangan dugaan korupsi peralihan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara dari PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara dengan terdakwa eks Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, kliennya tetap proaktif.
“Tidak benar disebutkan, Pak Mardani mangkir dalam persidangan. karena setiap persidangan Pak Mardani melakukan pemberitahuan secara resmi bahwa berhalangan hadir dikarenakan ada kegiatan yang waktunya bersamaan dan tidak bisa ditinggalkan,”Ujar Irfan kepada para wartawan, Minggu (17/4).
Salah satunya, saat Mardani berhalangan hadir bersaksi di persidangan pada 11 April 2022 lantaran mesti menghadiri audiensi Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta.
Jaksa penuntut umum (JPU) juga menjelaskan alasan ketidakhadiran Mardani itu saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Yusriansyah.
Kemudian, pada persidangan 4 April 2022 lalu, menurut Irfan, kliennya tidak bisa hadir bersaksi lantaran dalam proses pemulihan pasca operasi ginjal.
“Bukan beliau tidak mau tapi karena lagi tidak bisa karena kondisi kesehatan, serta ada beberapa tugas yang memang tidak bisa ditinggalkam,”Tegasnya.
Menurut Irfan, bahwa kliennya taat pada proses hukum yang sedang bergulir hingga menyeret nama kliennya (Mardani H Maming,red). Sebab jika memang tak berhalangan hadir, Mardani dipastikan akan memenuhi panggilan pengadilan dimaksud. Meski menurut Irfan, bahwa dugaan korupsi tersebut dinilai tidak memiliki keterkaitan dengan kliennya.
Diingatkannya, bahwa pokok perkara kasus ini merupakan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Jadi kami tidak setuju juga kalau misalnya atas kasus tersebut ada pemberitaan-pemberitaan yang beredar bahwa ini ada kaitannya dengan klien kami (Mardani H Maming),”Ucap Irfan.
Ditegaskannya, peralihan IUP itu sudah melalui mekanisme serta prosedur yang berlaku. Itu bisa dibuktikan melalui sertifikat clear and clean sudah keluar.
“Terus dikaitkan kenapa bisa keluar,” cetusnya.
Menurut Irfan, Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu kala itu, saat memproses setiap permohonan maupun surat yang berkaitan dengan perizinan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Izin tidak mungkin ditandatangani seorang bupati, jika tidak berdasarkan pemeriksaan bawahannya.
“Jadi, permohonan itu masuk pasti diproses oleh kepala dinas yang sudah melewati pemeriksaan berjenjang. Tidak mungkin izin itu sampai ke kementerian keluar sertifikat CnC kalau tidak lengkap secara prosedur. Berarti secara prosedur tidak ada masalah,”Tuturnya.
Irfan juga menyoroti langkah tim kuasa hukum Raden Dwidjono yang melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Soalnya, proses hukum di pengadilan masih bergulir hingga saat ini.
“Kenapa tiba-tiba pihak terdakwa dalam hal ini pengacara terdakwa langsung bergerak seakan-akan sudah ada putusan, sementara hal itu belum ada putusan yang berkaitan dengan itu,”Terang Irfan
Selain itu, ia juga menyayangkan komentar Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menyerukan KPK mensupervisi kasus tersebut dari Kejaksaan.
“Menurut kami ini sangat keliru. Pak Mardani sangat menghargai proses hukum,”Tuturnya.
Pada kesempatan itu, Irfan juga menyayangkan sejumlah pemberitaan yang telah dipublikasikan pada sejumlah media yang terkesan menyudutkan kliennya, karena ditayangkan tanpa melalui konfirmasi dan keberimbangan dalam hal pemberitaan. Padahal kasusnya masih sementara bergulir di pengadilan, yang tentunya semua dalam hal keadilan dan penegakkan hukum.
Ia menilai, seharusnya pemberitaan yang disajikan adalah sesuai fakta persidangan. Bukan penggiringan opini tanpa pengecekan sumber data yang berdasarkan rangkaian suatu peristiwa yang terjadi.
“Seharusnya kan sebelum berita itu naik dikonfirmasikan juga dari pihak yang bersangkutan. Intinya supaya ada keberimbangan dalam pemberitaan,” Tukasnya. (**/Rls)