Lensapapua, Tahapan Pemilu Presiden dan legislatif 2024 sudah memasuki tahapan akhir. Sepanjang tahapan pemilu berjalan, pelanggaran apa saja yang terjadi di Kabupaten Sorong? Berikut ini penuturan Kordinator Divisi Pengaduan, Penanganan, dan Penyelesaian Sengketa (P3S) Bawaslu Kabupaten Sorong, Naheson Parsin, SH.
1. Netralitas ASN
Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam segala kegiatan yang berkorelasi dengan partai politik dan seluruh afiliasinya.
“Kejadian di lapangan yang kami temukan sejumlah aparat pemerintah di tingkat Distrik dan Kampung atau Kelurahan secara terang-terangan menyatakan dukungan terhadap salah satu partai politik, calon legislatif, dan capres-cawapres. Dimana hal itu bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri dalam Negeri, Men PAN RB, Kepala BKN, Ketua Komisi ASN, dan Ketua Bawaslu RI tentang Pedoman Pengawasan dan Pembinaan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemilu dan Pemilukada serentak tahun 2024.” Terang Naheson Parsin di ruang kerjanya, Rabu (31/1/2024).
2. Caleg Tersandung Hukum
Sengketa selanjutnya adalah adanya salah seorang calon anggota legislatif Kabupaten Sorong yang tersandung masalah hukum dalam tahapan pemilu. “Yang bersangkutan saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan sementara berproses di pengadilan Tipikor Manokwari. Kami masih menunggu keputusan pengadilan agar dapat mengambil keputusan terkait pencalonan yang bersangkutan. Ancaman keputusan bisa diskualifikasi dari pencalonan yang bersangkutan,” ungkap Kordiv P3S Bawaslu Kabupaten Sorong.
3. Pengerusakan APK
Sengketa berikutnya adalah pengerusakan alat peraga kampanye (APK) yang terjadi di wilayah Distrik Salawati. Pengerusakan ini dilakukan oleh oknum sipil yang sama sekali tidak berafiliasi dengan pihak peserta pemilu manapun. “Setelah mendapat laporan dari salah seorang caleg, tim kami segera mengusut kejadian tersebut, melakukan penelusuran dan memfasilitasi penyelesaian sengketa antara korban dan pelaku. Dari hasil penelusuran tim kami tidak ditemukan unsur pidana pemilu jadi kami rekomendasikan untuk dibawa ke ranah hukum pidana umum. Tetapi karena korban dan pelaku saling mengenal akhirnya mereka berdamai dengan ketentuan pelaku mengganti APK yang dirusak dan memasang pada lokasi yang sama dengan APK yang dirusaknya.
4. ASN mencalonkan diri sebagai anggota DPR Kabupaten Sorong
Temuan menarik lainnya adalah adanya salah seorang pegawai ASN aktif di Kabupaten Sorong Selatan yang mengajukan diri sebagai caleg DPRD Kabupaten Sorong berinisial S dari salah satu partai politik. “Ini temuan parah menurut kami karena yang bersangkutan secara terang-terangan bergabung dalam sebuah partai politik dan bahkan mencalonkan diri sebagai caleg di Kabupaten Sorong. Tim kami segera melakukan penelusuran dan berkordinasi langsung dengan Pemkab Sorong Selatan terkait status S dalam lingkup Pemda setempat. Baik dinas tempat S bekerja maupun BKD Kabupaten Sorong Selatan membenarkan bahwa S masih berstatus sebagai pegawai ASN aktif di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan. Rupanya KTP S mencantumkan informasi pekerjaannya adalah sebagai petani/pekebun dan bukan sebagai ASN. Atas hasil temuan tersebut kami merekomendasikan kepada KPU Kabupaten Sorong dan Pemkab Sorong Selatan untuk menerbitkan surat pengunduran diri agar yang bersangkutan tetap dapat mengikuti kontestasi pemilu di Kabupaten Sorong. Namun ternyata S masih berkeinginan terus aktif sebagai ASN makan dirinya mengundurkan diri dari pencalonan legislatif dalam pemilu 2024,” beber Naheson.
5. Oknum Dosen kampanye politik di kampus
Pelanggaran terberat yang ditemukan adalah adanya seorang oknum dosen pada perguruan tinggi negeri di Sorong yang melakukan kampanye politik di kampus tempat ia mengajar kepada para mahasiswanya. “Kami menerima laporan dalam bentuk video tentang kampanye politik yang dilakukan oleh seorang oknum dosen pada perguruan tinggi negeri di Sorong. Dimana oknum dosen tersebut mengajak atau mempengaruhi para mahasiswanya untuk turut mendukung calon yang didukungnya. Kami sudah berkordinasi dengan pimpinan pada PTN tersebut dan mereka menyatakan bahwa memang benar yang bersangkutan adalah dosen tetap di kampusnya, tetapi tidak pernah ada surat pemberitahuan tentang kegiatan oknum dosen tersebut diluar kegiatan perkuliahan. Dan seluruh tindakannya tersebut bukan menjadi tanggung jawab pihak kampus. Berdasarkan pernyataan tersebut dan hasil penelusuran serta informasi lanjutan yang kami peroleh, oknum dosen tersebut dapat dimasukkan dalam pidana pemilu dan terancam diberhentikan dari status pekerjaannya sebagai dosen di PTN tersebut, papar Naheson Parsin.
“Masih ada belasan pelanggaran yang terjadi dengan status masih dalam tahap kordinasi, penelusuran dan investigasi sehingga belum dapat diambil keputusan terhadap pelanggaran maupun sengketa dimaksud,” tutup Kordiv P3S Bawaslu Kabupaten Sorong. red