Lensapapua – Wakil Ketua III DPRD Papua Barat Yongky Fonataba bersama Bapemperda dan rombongan lakukan Kunker (kunjungan kerja) di Kabupaten Sorong, Jum’at (8/10-2021), berlangsung di pendopo rumah jabatan bupati di kilometer 23,5 Aimas.
Kunker kali ini, terkait dengan pembahasan pembagian DBH (dana bagi hasil) Migas atau minyak dan gas bumi, dimana ada beberapa klosul dalam implementasi Perdasus dan Perdasi Nomor 3 Tahun 2019 di Kabupaten Sorong sebagai salah satu daerah penghasil Migas di Papua Barat tidak salah tafsir bagi pihak-pihak tertentu, jelas Yongki.
Bahkan, secara politik sambung dia, dimana pasangan Bupati dan Wakil Bupati Sorong yang telah dipercaya masyarakat. Termasuk, kami dari pihak Parpol, selaku pengusung senantiasa tetap mendukung visi dan misi dari pasangan kepala daerah ini, ucap Yongki yang juga diusung dari Partai Demokrat.
Bahwa, sesunguhnya tujuan dari pembagian DBH Migas ini bagi masyarakat di Kabupaten Sorong.
“Tujuan dari pembagian DBH Migas ini adalah keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah untuk meningkatkan taraf hdup dan kesejahteraan masyarakat. Termasuk, tidak mengesampingkan, terutama bagi masyarakat yang ada di ring satu dimana perusahaan itu beroperasi,” sebut Yongky lagi.
Sementara itu, Bupati Sorong Johny Kamuru mengatakan, terima atas Kunker rombongan DPRD Papua Barat dalam rangka mendengar dan memberikan masukkan dari pihak Pemkab Sorong, terkait pembagian dana bagi hasil Migas, terutama bagi masyarakat yang ada di ring satu.
Sejak Undang-Undang Perdasus dan Perdasi ini ditetapkan tahun 2019 kita sudah lakukan berbagai kegiatan sesuai yang dipersyaratkan, aku Bupati Sorong.
Soal dalam penyaluran memang tidak ada masalah. Namun, ada beberapa fakta, terkait dengan dana pemberdayaan 33%.
Kalau kita kembali mencerna dalam UU Otsus tentang pemberdayaan bagi masyarakat asli Papua dari transferan sebesar 33% tersebut, menjadi biasa bagi masyarakat asli Papua, jelas Bupati Johny Kamuru.
Sering selalu dia sampaikan kepada masyarakat terkait dana transferan lagsung berupa bantuan langsung tunai sebesar 10% dari transferan sebesar 33% dimaksud.
Sehubungan dengan itu, Bupati Sorong minta anggota dewan Papua Barat agar dapat membuat suatu kepastian, sehingga tidak mempengaruhi APBD induk tahun anggaran 2022.
Kalau kita mencermati UU Perdasus dan Perdasus ditetapkan pada tahun 2019, maka pada saat itu secara otomatis akan dihitung dari sejak UU tersebut diterbitkan, jelas Johny Kamuru.
Kalau soal dalam proses itu tidak masalah. “Tapi, yang menjadi masalah adalah pemberdayaan, dimana sejak Agustus 2017 dia dan Wabup dilantik, pihaknya telah membangun infrastruktur jalan dari Klayas ke Seget, kemudian dari Petrogas ke Kasemle termasuk jalan di Distrik Salawati Tengah dan beberapa titik lagi badan jalan yang telah dikerjakan,” jelas Bupati Sorong.
“Sekarang yang jadi masalah antara UU Otsus Papua dengan Perdasus dan Perdasi saling bertentangan. Dimana, dalam UU Otsus mengisyaratkan untuk pemberdayaan bagi masyarakat asli Papua, dan di sisi lain lagi dalam UU Perdasi dan Perdasus terkait pemberdayaan bagi masyarakat ring satu, tentu hal ini yang menjadi masalah bagi kami di Pemkab Sorong,” urai Bupati JK, sapaan akrab Johny Kamuru.
Terkait hal itu, Bupati Sorong minta ada beberapa klosul harus segera direvisi agar tidak saling bertentangan.
Dari permintaan orang nomor satu di Kabupaten Sorong ini langsung disambut rombongan anggota dewan Papua Barat sebanyak 14 orang untuk segera ditindaklanjuti dalam waktu dekat ini, sehingga tidak menuai masalah di masa yang akan datang. (rim/red