Lensapapua – Pembentukan Badan Legislasi Daerah (Balegda) untuk mengoptimalisasi fungsi legislasi dewan sehingga dapat berjalan dan bekerja secara sistematis berdasarkan peraturan perundang-undangan dan penetapan Badan Legislasi di DPRD Kabupaten Sorong.
Ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 12Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang merupakan alat kelengkapan dewan.
“Tugas-tugasnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sorong Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Sorong,” ujar Sekretaris Balegda Rasimin, SE, Senin (1/9).
Adapun tugas-tugasnya di antaranya adalah menyusun Rancangan Program Legislasi Daerah yang memuat data urutan dan prioritas Raperda beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD.
Mengkoordinasikan program legislasi daerah antara DPRD dan pemerintah daerah, serta menyiapkan Raperda usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan.
Selain itu melakukan pengharmonisan, pembulatan dan memantapkan konsepsi Raperda yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi sebelum Raperda itu diajukan kepada Pimpinan DPRD.
Juga, memberikan pertimbangan terhadap raperda yang diajukan oleh anggota komisi, gabungan komisi di luar Raperda tahun berjalan atau di luar Raperda yang terdaftar dalam program legislasi daerah.
Berdasarkan amanat dan tanggungjawab tersebut, maka pada kesempatan sidang paripurna kali ini, Balegda Kabupaten Sorong menyampaikan laporan atau tujuan, menyiapkan laporan hasil pemhasan bersama Tim Asistensi Pemda atas sejumlah Raperda pada sidang paripurna II tahun 2014.
“Selanjutnya laporan tersebut akan dibahas di tingkat fraksi dewan guna pengambilan keputusan,” katanya.
Memberikan gambaran tentang kinerja Balegda yang diberikan amanat untuk menjalankan fungsi dewan selama periode ini, dari tahun 2009-2014 yang output hasilnya bisa terukur serta manfaatnya akan terasa dikemudian hari.
Dijelaskan, dalam membentuk raperda ada tiga aspek penting yang harus diperhatikanoleh setiap perancang peraturan perundang-undangan.
Pertama aspek kewenangan dimana secara tegas dipersyaratkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam keterntuan tersebut, dinyatakan bahwa”peraturan perundang-undangan adalah peraturan yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Kedua, aspek keterbukaan dimana dalam setiap pembentukan Perda yang diperlukan adanya aspek keterbukaan, yaitu pemberian kesempatan kepada masyarakat baik dari unsur akademisi, pratiksi, maupun dari unsur masyarakat terkait lainnya untuk berpartisipasi.
Partisipasi itu, baik dalam proses perencanaan, perisiapan, penyusunan, dan/ atau dalam pembahasan Raperda dengan cara memberikan kesempatan untuk bahan masukan atau syarat pertimbangan secara lisan atau tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini diatur dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan, bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Ketiga adalah aspek pengawasan. Dalam pembetukan Perda dilakukan pengawasan, baik berupa pengawasan preventif terhadap Raperda maupun pengawasan represif terhadap Peraturan Daerah.
Pengawasan represif dilakukan dalam bentuk evaluasi secara berjenjang terhadap raperda tentang APBD, Raperda tentang Pajak Daerah, Raperda tentang Retribusi Daerah, dan Raperda tentang Penataan Ruang. (rim/Red)