Lensapapua – Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) merupakan sebuah LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang mempunyai tugas menghasilkan tenaga pendidik, ujar Ketua Kopertis XIV Papua dan Papua Barat Festus Simbiak, usai mengikuti wisuda sarjana strata satu pada STKIP Muhammadiyah Sorong, yang berlangsung di Aimas, Sabtu (8/11).
Kita ketahui bahwa seorang tenaga pendidik harus mempunyai suatu yang lebih dari sumberdaya yang lain. Dengan keadaan seperti ini saja, kita bisa berasumsi bahwa STKIP dalam membina mahasiswanya untuk menjadi tenaga pendidik sudah berfikir dan beranjak dari pikiran itu, katanya.
Saya percaya, bahwa selama ini mereka telah melakukan itu dengan baik. Artinya, output dari perguruan ini menjadi lulusan yang cerdas, tetapi mempunyai perilaku loyal dan dedikasi yang tinggi.
Tampilan sementara yang saya lihat dari mimik wajahnya mereka dari sisi akademis saya tidak ragukan lagi. Pasti mereka orang intelektual yang baik, jelas Simbiak.
Sementara kalau dari sisi perilaku nanti ketika mereka berada di lapangan yang akan menguji, baik menyangkut dedikasi dan loyalitasnya di lapangan yang akan memberikan sesuatu lebih dibandingkan dengan sumberdaya yang ada pada instansi-instansi di bidang pendidikan lain.
Jadi, kesimpulannya bahwa lulusan yang dari sini akan memiliki sumberdaya yang lebih. Dalam bahasa sehari-hari kalau bahasa seorang guru adalah orang pintar, dan kalau dia guru adalah orang yang menjadi teladan di dalam masyarakat.
Lanjut Simbiak, diharapkan lulusan wisuda ini sudah memiliki pikiran dan perilaku seperti itu. Dan saya tidak bisa mengatakan bahwa tenaga guru di Papua Barat itu kurang, bahkan kita harus hitung kembali, dimana setelah saya menghitung secara cepat ternyata warga atau anak didik yang ada di wilayah ini sudah lebih dari 1.000 orang. Yang artinya belum terlalu banyak.
Idealnya, satu orang guru dia harus membina 18 anak baik mulai dari tingkat SD hingga SLTA. Tapi untuk di tingkat SLTA itu jumlah anak didik harus dikurangi. Artinya, seorang guru memerlukan waktu untuk memberikan penjelasan-penjelasan secara detail kepada anak didiknya ketika masuk pada berbagai langkah kerja maka harus dikurangi.
Namun demikian, seperti limu-ilmu sosial dan humaniora rasionya juga bisa besar. Dan itu sudah dipatokkan bahwa di dalam satu kelas SD, SMP, SMA muridnya 35 paling banyak dengan harapan agar guru bisa menguasi kelas melalui proses yang baik, ujar Simbiak.
Begitu pula di lembaga pendidikan tinggi, yakni satu dosen berbanding dengan 20 mahasiswa untuk mata kuliah IPA, tapi kalau untuk ilmu-ilmu sosial 30 mahasiswa dengan satu dosen, tapi sudah ada kesepakatan lagi, ada kenaikan dimana untuk IPA 1 berbanding 30, dan IPS 1 berbanding 40, tambahnya. (rim/Red)