Lensapapua – Berdasarkan rilis dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pada pukul 11.00 WIB, Rabu (25/1-2023) untuk di Papua Barat, kini menjadi Papua Barat Daya, di mana khusus kita di Kabupaten Sorong untuk penanganan masalah stunting turun 4,9%.
Angka stunting sebelumnya berada di angka 28,7%, dan saat ini turun menjadi 23,8%, jelas Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Moso, S.Sos, MM di Aimas, Jumat (27/1-2023).
Sehubungan dengan hal itu, ia meminta kepada semua OPD teknis terkait untuk kerja lebih luar biasa lagi bagaimana untuk memetakkan kasus-kasus stunting agar segera kita lakukan intervensi-intervensi kebijakan dalam penanganan penurunan kasus dimaksud di daerah ini.
“Jadi, semua perencanaan program kegiatan harus berbasiskan data,”pintanya.
Terima kasih yang tak terhingga kepada jajaran pengurus, baik Tim Penggerak PKK, GOW (gabungan organisasi wanita) maupun Dharma Wanita Persatuan untuk terus meningkatkan kerja sama dengan OPD teknis terkait dalam rangka upaya penanganan kasus stunting di Kabupaten Sorong.
“Kuncinya hanya satu. Kita harus punya komitmen melalui kerja tim, dan kerja juga harus berbasis data,” imbaunya.
Berikut, jangan kita menangani stunting setelah bayi itu lahir. Seandainya bayi itu lahir prematur, jika kita perbaiki gizinya paling tidak hanya berkisar sekitar 10-20% saja.
Menurutnya, penanganan stunting itu mulai dari kesiapan kaum wanita yang akan memasuki ke jenjang pernikahan. Itu yang harus dilakukan.
“Jangan setelah lahir bayi tersebut, terlihat panjang kakinya tidak lazim pada bayi normal pada umumnya. Ukuran tubuhnya pendek dan beratnya juga di bawah dari standar rata-rata bayi pada umumnya,” ujar Piet Moso.
Masalah stunting di Kabupaten Sorong tersebar pada delapan distrik (kecamatan) di tahun 2022 lalu, tambahnya. (rim/red)