Lensapapua – Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong Ir. Banyamin Hallatu, MM menjelaskan bahwa potensi daerah, yang salah satu di antaranya kayu olahan, kemudian dipasarkan di pasar lokal sesuai dengan Perda, dimana izin pemungutan hasil hutannya hanya berlaku untuk di wilayah Kabupaten Sorong.
Berakhirnya izin pemungutan hasil kayu ini di tempat pemungutan kayu terpadu (TPKT), merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2004.
“Dalam konsideran PP tersebut dijelaskan bahwa masyarakat boleh memungut hasil hutan kayu 50 meter kubik, dan hanya dapat dipakai sendiri,” katanya di hadapan 7 anggota DPRD Kota Sabang, Provinsi NAD, yang sedang mengadakan kunjungan ke Kabupaten Sorong, Kamis (19/6).
Kemudian wajib membayar potensi sumber daya hutan dan tidak dapat diperdagangkan maka hal ini menjadi kesulitan kita di daerah ini, dimana masyarakat kita yang sifatnya masih konsumtif. “Mereka berada di dalam kawasan yang notabene untuk kita di tanah Papua ada kepemilikan hak ulayat,” jelas Hallatu.
Sehubungan dengan implementasi Perda, kita coba untuk mensinergiskan kawasan tata ruang hutan dengan kawasan hutan perairan supaya jangan terjadi pertentangan. Jadi, fungsi kawasan yang boleh mendapat perizinan adalah fungsi produksi.
Untuk menyiapkan ruang bagi masyarakat, kita juga sudah siapkan Unit Pengawasan Hutan di Kabupaten Sorong, yang nantinya ada KPHP untuk produksi, kawasan hutan lindung (KHL), dan kawasan hutan konservasi (KHK).
Jumlah kawasan hutan yang ada di Kabupaten Sorong dapat digambarkan seluas 828.000 haktare dengan 3 fungsi tersebut semua ada. Hanya kawasan konservasi dengan luas areal kecil saja, dan kurang lebih sekitar 6.000 hektare, katanya. (rim/Red)