Lensapapua – Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Hein Namotemo, mengemukakan, melalui kegiatan Hari kebangkitan Masyarakat dan HUT Aman ke-16 ini bagi kami merupakan suatu kehormatan yang luar bisa. Seyogianya AMAN ini tidak pernah tampil dan hadir, seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa dari kepemimpinan ke pemimpin lainnya terus membahanakan.
Tapi kurang lebih 50 tahun Indonesia merdeka, rupanya masyarakat adat secara sistimatis dan memang benar-benar pasti tergusur dari bumi nusantara ini, ujarnya dalam dialog umum yang berlangsung di Aimas, Selasa (17/3).
Tanah mereka habis atas izin HPH (hak penguasaan hutan), izin tambang maupun berbagai izin lainnya. Yang oleh berbagai izin ini dikeluarkan oleh negara, sehingga mau tidak mau para kepala daerah, TNI/Polri mengawal untuk menjajah rakyatnya sendiri, beber Hein.
Negara ini belum lahir tapi masyarakat adat lebih dahulu ada. Tapi sayangnya 50 tahun masyarakat Indonesia menikmati kemerdekaan, yang miskin dari waktu ke waktu yang terus melorot adalah masyarakat adat itu sendiri.
“Itulah sebabnya tokoh adat berkumpul dari se-entero nusantara berkumpul, karena ini akan hilang dari persada nusantara ini. Sehingga pada 17 Maret 1999, mereka masyarakat adat mulai mengatakan, jika negara tidak mengakui kami, maka kami pun tidak mengakui negara,”tegasnya.
Pernyataan yang cukup keras atas izin oleh Undang-undang tadi, terpaksa diusir, dibakar rumahnya, bahkan diusir dari tempat yang turun temurun dipelihara hutan dan alam dari situ. Ini sebuah realita dan karena itu kami bersama-sama menyatakan sikap seperti yang telah dibeberkan tadi.
Mengapa ini terjadi kami merasa hidup di alam merdeka tapi kami belum merdeka. “Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan kemerdekaan itu adalah hak seluruh masyarakat adat nusantara, dan penjajahan kepada mereka harus dihapuskan dalam bentuk apapun,”imbaunya.
“Apakah kemerdekaan dibentuk karena izin oleh Undang-undang dikeluarkan dari berbagai kementerian, maka hal seperti ini harus dihapuskan. Itulah sebabnya, kata Hein, dengan hadirnya Menteri LH dan Kehutanan pada saat ini adalah sesuatu yang luar biasa.”
Itulah sebabnya, kita harus bermohon maaf kepada negara atas hak dan harkat maratabat masyarakat hukum adat yang telah diinjak-injak. Seperti dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya harus dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak, tapi sayangnya masih dibawa kontraktor dari Jakarta atau masih dibawa pengusaha dari luar, dan lain sebagainya.
Mohon maaf kalau kata-kata ini terekspresi seorang Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, karena ini yang kami rasakan. Kenapa saya jadi bupati mau jadi ketua dewan, ujar Hein namotemo, yang kesehariannya sebagai Bupati Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara.
“Saya berada pada posisi yang dilematis. Pada satu sisi saya harus menjaga NKRI dan segala aturannya, dan di sisi lain saya harus memperjuangkan masyarakat yang miskin dan tidak berdaya, tetapi selalu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yang berlaku di bumi republik ini,”tambahnya. (rim/Red)