Lensapapua– Terkait dengan rencana PT.Pelindo II yang akan mengadakan pengembangan pelabuhan diwilayah Seget, kami dari pihak BPN sesungguhnya tidak lah sulit, setelah segala sesuatunya beres barulah BPN bisa maju untuk melakukan pembuatan Sertifikat tanah, kata Sudrajat mewakili kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sorong.Rabu (17/12).
Jika kenyataan yang ada saat ini kawasan hutan masih jelas di HPK, tentu hal ini harus terlebih dahulu ada alih fungsi kawasan termasuk ganti rugi dan lain sebagainya, menyangkut dengan pengadaan tanah, khusus kita di Papua ini persoalan masalah tanah adalah masalah yang sangat rumit sekali, dan kepala kantor BPN sudah berkomitmen untuk tidak mau bermasalah dengan pengadaan tanah, tegas Sudrajat.
Apalagi dengan adanya Undang-Undang (UU) nomor 2 tahun 2012, tidak ada lagi panitia 9 yang mengurusi ganti rugi, yang ada adalah Masyarakat Penilai Profesi Indonesia (MAPPI) yang adalah sebuah lembaga independen yang bertugas menilai layaknya harga tanah dan bangunan, tapi tentunya ada Pagu tertinggi meskipun masih dimungkinkan untuk adanya negosiasi yang dipasilitasi oleh instansi terkait dengan pihak Pelindo dan masyarakat pemilik hak ulayat tersebut, beber Sudrajat.
Menurut Sudrajat, jika MAPPI ini diterapkan di Papua maka pembangunan tidak akan bisa berjalan, tetapi bukan berarti kita harus melanggar aturan yang sudah ada yang nantinya malah membuat BPN menjadi pusing, sementara secara umum tahapan tersebut hanya ada empat saja yakni, perencanaan harus sesuai dengan RTRW yang dalam hal ini segala dokumennya harus disiapkan oleh Pelindo, kemudian persiapan yang dalam hal ini pihak Pelindo harus melakukan sosialisasi, kemudian pembentukan pengadaan tim persiapan tanah termasuk konsultasi public yang didalamnya juga masuk penetapan lokasi yang oleh pihak Pelindo harus mengajukan permohonannya ke Gubernur untuk mendapatkan izin penetapan lokasi, selanjutnya diumumkan bahwa lokasi Seget telah ditetapkan oleh Gubernur untuk pembangunan pelabuhan Peti Kemas oleh Pelindo II, beber Sudrajat.
Lanjut Sudrajat, bagaimana kita mau menetapkan status dan lokasi jika harus berbenturan dengan aturan HPK, oleh karena itu status HPK harus dikeluarkan terlebih dahulu apalagi dengan adanya hutan lindung di Teleme yang disetujui 87 Hektar oleh Kementerian Kehutanan.
Ia menambahkan, setelah ada penetapan tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan yang didalamnya ada identifikasi masalah tanaman, siapa pemilik tanah dan bangunan termasuk musyawarah menetapkan ganti rugi dengan masyarakat Seget.
Kemudian Kakanwil BPN provinsi sebagai ketua pengadaan tanah, nantinya akan mengumpulkan seluruh dokumen lengkap yang terkait didalam hal ini termasuk berita acara, kemudian diserahkan kepada Pelindo, dan dalam waktu 30 hari pihak Pelindo harus mendaftarkan tanah tersebut ke BPN untuk disertifikatkan, setelah seluruh ganti rugi bagi masyarakat sudah dilunaskan termasuk MoU yang sudah disepakati dengan SDM. Kemudian dengan serangkaian dokumen tersebut Pelindo mengajukan permohonan, jika seluas 7.500 Hektar kewenangan ada di BPN pusat.
Dari seluruh rangkaian ini cukup rumit sekali, sementara UU nomor 2 tahun 2012 tersebut efektifnya berlaku 1 Januari 2015, persoalannya saat ini kawasan hutan masih HPK, pengadaan tanah sudah ditetapkan oleh Bupati Sorong, jika semua persoalan ini belum tuntas, maka kami dari pihak BPN tidak akan berani membuat Sertifikat tanahnya terutama kawasan hutan, apalagi Kakanwil sudah mewanti-wanti agar berhati-hati pada kawasan hutan, ungkap Sudrajat.
Tetapi jika kepengurusan HPK tidak terlalu rumit, dan sepanjang kita semua tetap bersatu demi memajukan pembangunan serta didukung dengan program Presiden Jokowi-JK tentang wilayah Seget Tol Laut semua persoalan akan bisa kita atasi, Dalam hal ini ada empat dasar hukum yang kita terapkan yakni UU nomor 2 tahun 2012, Perpres nomor 71 tahun 2012, Peraturan Menteri Keuangan nomor 13 tahun 2013 inilah payung hukum yang akan digunakan ketika menjelang 1 Januari 2015 nanti, sementara MAPPI diindonesia baru ada 311, dan untuk wilayah Papua dan Papua Barat hanya ada perwakilannya itupun di Papua (Jayapura), pungkas Sudrajat. (Red)