Lensapapua– Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas (Migas) Provinsi Papua Barat yang dirancang sejak Tahun 2011 lalu akhirnya disahkan dan ditetapkan pada 20 Maret 2019.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Provinsi Papua Barat, Drs. Dominggus Mandacan di lokasi PT Pertamina EP Asset 4 Papua Field, Klamono sekaligus menjawab tuntutan dari masyarakat 3 Marga di Klamono, Rabu (16/10).
Tuntutan 3 marga yakni, Idik, Klawom dam Mamringgofok di Klamono Kabupaten Sorong yakni 10 persen dari dana bagi hasil (DBH) Minyak.
Hal tersebut disampaikan pada pembukaan palang pertama , Jumat (21/9) bersamaan dengan 11 tuntutan lainnya yang sebagian telah dijawab oleh Pemerintah Kabupaten Sorong.
Tuntutan 10 persen pada poin nomor 6 kembali disampaikan oleh wakil dari 3 marga, Mariana Idik dihadapan Gubernur Provinsi Papua Barat dan Bupati Sorong, Dr.Johny Kamuru,S.H.,M.Si beserta staff dan pegawai Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Sorong.
“Dari ketiga marga meminta kepada Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten dan pihak perusahaan akan memberikan jaminan hidup setiap bulan kepada kami masyarakat adat ring 1 Klamono, melalui pembagian hasil 10 persen untuk turun temurun kami,” ucapnya.
Dari tuntutan tersebut, Gubernur Papua Barat menyampaikan, rancangan perdasus yang berkaitan dengan DBH Migas diminta oleh Bupati Bintuni, Sorong dan Raja Ampat untuk segera ditetapkan dalam Perdasus dan minta diarahan dari kementerian dan lembaga terkait di pusat untuk segera disetujui dan dilaksanakan.
“Apa yang disampaikan harus sesuai dengan dasar hukum dan saat ini kita sudah miliki dasar hukum untuk jalan kedepannya,” ucapnya.
Tahun 2019, Raperdasus DBH Migas tersebut telah didorong ke DPRD Papua Barat bersama dengan 6 Raperdasus lainnya dan telah ditetapkan.
Selanjutnya telah diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan kementerian terkait, namun ada beberapa yang telah disetujui dan lainnya masih sedang dalam koordinasi.
“Kita harapkan dapat segera ditetapkan dan dilaksanakan, namun DBH Migas sudah ditetapkan dan disahkan dalam Nomor 3 tahun 2019 yang nantinya akan berkaitan dengan tuntutan dari masyarakat 3 marga,” terangnya kepada masyarakat.
Perdasus DBH Migas tersebut masih perlu disosialisasi yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan peraturan gubernur (Pergub) untuk menjabarkan pelaksanaannya yang ditindaklanjuti pula oleh Perda sebagai dasar hukum bagi masyarakat pemilik hak ulayat.
“Tidak hanya berlaku disini (Klamono- red) tetapi diseluruh Provinsi Papua Barat, utamanya di Kabupaten, Kota yang miliki migas, kedepannya jika ada kabupaten lain yang memiliki migas akan mengacu pada Perdasus tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, dijelaskan oleh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua Barat, Jhon Tulus menjelaskan bahwa dalam tuntutan masyarakat 3 marga atas 10 persen DBH Minyak tersebut masuk dalam Perdasus DBH Migas yang telah ditetapkan.
Dimana, dalam aturannya ada pembagian antara DBH Minyak dan Gas.
DBH Minyak sendiri, Pemda memperoleh 55 persen dan pusat 45 persen.
Dari 55 persen tersebut dibulatkan menjadi 100 persen yang di bagi 3 yakni, provinsi mendapat 30 persen kabupaten kota penghasil memperoleh 40 persen dan Kabupaten Kota bukan penghasil mendapat 30 persen.
Adapun Kabupaten Kota Penghasil yang memperoleh 40 persen dibagi kembali kebeberapa bagian yakni, 30 persen untuk pendidikan yang hanya diperuntukkan bagi PAUD, TK, SD dan SMP.
Selanjutnya, 20 persen diberikan untuk kesehatan dan perbaikan gizi, untuk pemberdayaan masyarakat adat memperoleh 33 persen, Beasiswa perguruan tinggi bagi orang asli Papua (OAP) sebesar 5 persen dan bantuan langsung tunai (BLT) bagi pemilik hak ulayat sebesar 10 persen dna untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebesar 2 persen.
“Kalau pembagian tadi, seluruhnya telah diakomodir yang tinggal menunggu pelaksanaannya,” ucapnya.
Dijelaskan pula oleh Jhon, Kabupaten Kota yang mendapatkan hasil gas juga telah dibagi.
Dimana pemda memperoleh 40 persen dan pusat 60 persen. Dimana dari 40 persen tersebut dibagi menjadi 3, yakni provinsi mendapat 30 persen kabupaten kota penghasil memperoleh 40 persen dan Kabupaten Kota bukan pengahisl mendapat 30 persen.
Untuk pembagian setiap bidangnya, pendidikan memperoleh 30 persen, kesehatan 20 persen pemberdayaan masyarakat yang merupakan program kerja yang diajukan oleh lembaga masyraakat adat memperoleh 33 persen, beasiswa perguruan tinggi bagi OAP sebesar 5 persen dan BLT pemilik hak ulayat 10 persen dan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebesar 2 persen.
“Dana pemberdayaan masyarakat adat 33 persen baik minyak ataupun gas, untuk membiayai program masyrakat adat, untuk itu perlu dibentuk lembaga yang akan menangani dana pemberdayaan masyarakat adat dan BLT,” ucapnya.
Biro Hukum Papua Barat, DR. Roberth Hamar,S.H.,M.H menjelaskan, DBH merupakan salah satu dari sumber dana Otsus yang sudah sekian lama tidak diatur dalam aturan, namun hal tersebut dibahas di tahun 2018 dan disetujui di tahun 2019.
Bagian 40 persen bagi daerah penghasil yakni, Kabupaten Bintuni, Raja Ampat dan Sorong, 40 persen tersebut dibagi ke tiga wilayah tersebut yang nantinya diatur dalam pergub.
“40 persen ini untuk 3 kabupaten ini, tapi kalau nanti ada daerah lagi yang menjadi sumber migas lagi akan dibagi lagi,” ucapnya.
Dari 40 persen tersebut akan menjadi 100 persen yang nantinya akan diperoleh oleh masyarakat pemilik hak ulayat. 10 persen bukan jumlah seluruhnya, tetapi masyarakat adat memperoleh dari sumur tersebut berada.
“Pernghasilan dari sini, akan dihitung Pertamina yang akan diberikan ke provinsi dan dari Provinsi ke Kabupaten yang nantinya akan diatur, dimana 10 persen berupa BLT yang sebenarnya tidak boleh, karena akan ditangkap KPK, tapi karena Otsus maka DPR dan pemerintah meyakinkan pemerintah pusat untuk dilakukan pergub agar Blt dapat diberikan,” jelasnya.
Mekanisme tersebut nantinya akan berlaku pada tahun 2020, karena tahun ini sudah tidak mungkin karena anggaran sudah berjalan. (Red/nam)